1. Kerajaan Kutai
Kutai
adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, yang diperkirakan
muncul pada abad 5 M atau ± 400 M, keberadaan kerajaan tersebut
diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti
yang berbentuk Yupa/tiang batu berjumlah 7 buah.
Untuk mengetahui bentuk yupa tersebut silahkan amati gambar berikut ini:
|
Gambar: Salah satu Yupa dari Kutai
|
Tempat
penemuan prasasti Yupa tersebut adalah daerah Muarakaman tepi sungai
Mahakam, Kalimantan Timur, sehingga oleh para ahli kerajaan tersebut
diberi nama Kutai, karena dalam prasasti tidak dijelaskan nama kerajaan
untuk itu diberi nama sesuai tempat penemuan prasasti tersebut. Dari isi
yang tertera dalam prasasti Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan
bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan
kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan yaitu antara lain
politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik dijelaskan bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman sebagai raja yang mulai dan berhasil membawa kejayaan, raja Mulawarman adalah putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.
Dalam prasasti Yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai dewa Ansuman/dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri Keluarga atau Dinasti dalam agama Hindu.
Untuk itu para ahli berpendapat nama Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku, walaupun demikian Kudunggalah yang menurunkan raja-raja Kutai.
Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan sosial. Perihal ini diketahui bahwa terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam prasasti Yupa, bahwa raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakesmara.
Dengan adanya istilah Waprakesmara, tentu timbul pertanyaan dalam diri Anda, apa yang dimaksud dengan Waprakesmara?
Waprakesmara adalah tempat suci untuk memuja dewa Syiwa, yang kalau di pulau Jawa disebut dengan Baprakeswara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama yang dianut Mulawarman
adalah Hindu aliran Syiwa artinya dewa yang dipuja adalah Syiwa.
Kehidupan Ekonomi
Sedangkan
dalam kehidupan ekonomi. Hal ini tidak dijelaskan secara pasti dalam
prasasti, tetapi para ahli sejarah berpendapat bahwa dengan adanya
sedekah 20.000 ekor sapi membuktikan perekonomian Kutai sudah kuat pada
masa itu, yang didasarkan kepada pertanian, peternakan dan perdagangan.
Mata
pencaharian tersebut di atas dimungkinkan karena raja Mulawarman
menghadiahkan kepada kaum Brahmana 20.000 ekor sapi. Ini dapat dijadikan
indikasi bahwa populasi ternak cukup besar pada waktu itu. Ia juga
menghadiahkan segunung minyak kental dengan lampu, seperti yang tertulis
dalam prasasti.
Kehidupan Budaya
Dalam
kehidupan budaya. Ia dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju,
walaupun penganut Hindu belum lama diterima. Hal ini dibuktikan melalui
upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) atau disebut
upacara Vratyastoma. Upacara Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena
Kudungga masih mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya sedangkan yang
memimpin upacara tersebut, menurut para ahli dipastikan adalah para
pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan
sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana
dari orang Indonesia asli.
Dengan
adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan
intelektualnya tinggi, terutama dalam hal penguasaan terhadap bahasa
Sansekerta pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari,
melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum Brahmana untuk masalah
keagamaan.
1. Kerajaan Tarumanegara
Bukti-bukti
adanya kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa 7 buah prasasti batu yang ditemukan lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang nama-nama prasasti tersebut, simak dengan baik penjelasannya berikut ini:
a. Prasasti Ciarunteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris kalimat yang ditulis dalam bentuk puisi India. Dan di samping itu juga terdapat lukisan laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Mulawarman yang diibaratkan kaki dewa Wisnu.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
2.
Di India, cap telapak kaki melambangkan kekuasaan sekaligus
penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan
Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa
sekaligus pelindung rakyat.
b. Prasasti Jambu atau prasasti Koleangkak,
ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km
sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan
huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji
pemerintahan raja Mulawarman.
c. Prasasti Kebun Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang. Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airanata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
d. Prasasti Muara Cianteun, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
e. Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiling, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
f. Prasasti Cidanghiang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten.
Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat
berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti
tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
g. Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan
isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain,
sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.
|
Gambar: Prasasti Tugu
|
Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti
Tugu adalah:
1. Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati.
Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran
dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara
Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga
diartikan sebagai kali Bekasi.
2. Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Pebruari dan April.
3. Prasasti Tugu yang
menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai
dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja. Demikianlah
prasasti-prasasti peninggalan Tarumanegara yang berasal dari dalam negeri.
Sumber dari Luar Negeri
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Cina antara lain:
1. Berita Fa-Hien,
tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa
di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Budha, yang
banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih
animisme.
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang
utusaan dari To-lo-mo.
Dari
tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo
secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka
berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.
Kehidupan Politik
Dalam
kehidupan politik, kerajaan Tarumanegara diperkirakan muncul abad 5 M,
hal ini berdasarkan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa yang
dipergunakan oleh prasasti-prasasti tersebut. Dan raja yang berkuasa
adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir
seluruh Jawa Barat dengan pusat kekuasaannya di daerah Bogor. Hal ini
ternyata sesuai dengan tempat penemuan prasasti tersebut.
Pada masa pemerintahan Purnawarman, Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya dan telah menjalin hubungan diplomatik dengan Cina.
Dengan
adanya hubungan diplomatik tersebut, berarti juga terjalin hubungan
perdagangan dan pelayaran antara Tarumanegara dengan Cina. Dengan
demikian dapat diketahui kehidupan ekonomi Tarumanegara tersebut.
Kehidupan Ekonomi
Perekonomian
Tarumanegara di samping utamakan bidang pertanian, pelayaran dan
perdagangan, juga perburuan dan perikanan mendapatkan perhatian. Hal ini
dapat dibuktikan melalui berita-berita tentang barang-barang
perdagangan dari kerajaan Tarumanegara. Barang-barang yang
diperdagangkan antara lain: cula badak, gading gajah dan kulit penyu.
Barang tersebut diperoleh dari usaha perburuan dan perikanan.
Kehidupan Sosial
Dengan
adanya kehidupan ekonomi yang kompleks tersebut, maka kehidupan sosial
masyarakatnya cukup baik, sehingga masing-masing golongan masyarakat
yang ada pada masa itu dapat saling bekerja sama dan tercipta jalinan
kehidupan yang baik.
Kehidupan Budaya
Dalam
kehidupan budaya dapatlah diperkirakan Tarumanegara sudah mengalami
kemajuan. Karena telah mengenal tulisan dan sudah menerima pengaruh
asing serta mengenal sistem kalender seperti yang tertera dalam prasasti
Tugu.
1. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya
adalah nama kerajaan yang tentu sudah tidak asing bagi Anda, karena
Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia
bahkan di Asia Tenggara pada waktu itu (abad 7 - 13 M).
Jika
Anda ingin mengetahui perkembangan Sriwijaya hingga mencapai puncak
kebesarannya sebagai kerajaan Maritim, maka Anda harus mengetahui
terlebih dahulu sumber-sumber sejarah yang membuktikan keberadaan
kerajaan tersebut.
Sumber-sumber sejarah kerajaan Sriwijaya selain berasal dari dalam juga berasal dari luar seperti dari Cina, India bahkan Arab.
Sumber-sumber dari dalam negeri
Sumber
dari dalam negeri berupa prasasti yang berjumlah 6 buah yang
menggunakan bahasa Melayu Kuno dan huruf Pallawa, serta telah
menggunakan angka tahun Saka.
Untuk mengetahui keberadaan prasasti tersebut, simaklah uraian materi berikut ini!
a. Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kedukan Bukit, di tepi sungai Tatang dekat Palembang, berangka tahun 606 Saka. Isi prasasti tersebut menceritakan perjalanan suci/Sidayatra yang dilakukan Dapunta Hyang, berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang. Dari perjalanan tersebut berhasil menaklukkan beberapa daerah.
b. Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat kota Palembang berangka
tahun 606 Saka. Prasasti ini menceritakan pembuatan Taman Sriksetra
untuk kemakmuran semua makhluk dan terdapat doa-doa yang bersifat Budha
Mahayana.
c. Prasasti Telaga Batu ditemukan di Telaga Batu dekat Palembang tidak berangka tahun.
d. Prasasti Kota Kapur ditemukan di kota Kapur pulau Bangka berangka tahun 608 Saka.
e. Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi Hulu berangka tahun 608 Saka.
f. Prasasti Palas Pasemah ditemukan di Lampung Selatan tidak berangka tahun.
Keempat
Prasasti yang disebut terakhir yaitu Prasasti Telaga Batu, Kota Kapur,
Karang bukit, dan Palas Pasemah menjelaskan isi yang sama yaitu berupa
kutukan terhadap siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.
Sumber-sumber prasasti
Sumber
yang berupa prasasti ditemukan di Semenanjung Melayu berangka tahun 775
M yang menjelaskan tentang pendirian sebuah pangkalan di semenanjung
melayu, daerah Ligor. Untuk itu prasasti tersebut, diberi nama Prasasti Ligor.
Prasasti
berikutnya ditemukan di India di kota Nalanda yang berasal dari abad ke
9 M. Prasasti tersebut menjelaskan pendirian Wihara oleh Balaputradewa
raja Sriwijaya.
Sumber Berita Asing
Di samping prasasti-prasasti, keberadaan Sriwijaya juga diperkuat dengan adanya beritaberita Cina maupun berita Arab.
Berita
Cina, diperoleh dari I-Tshing seorang pendeta Cina yang sering datang
ke Sriwijaya sejak tahun 672 M, yang menceritakan bahwa di Sriwijaya
terdapat 1000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India dan di
samping itu juga, berita dari dinasti Sung yang menceritakan tentang
pengiriman utusan dari Sriwijaya tahun 971 - 992 M.
Nama
kerajaan Sriwijaya dalam berita Cina tersebut, disebut dengan
Shih-lo-fo-shih atau Fo-shih, sedangkan dari berita Arab Sriwijaya
disebut dengan Zabag/Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Dari
berita-berita Arab dijelaskan tentang kekuasaan dan kebesaran serta
kekayaan Sriwijaya.
Demikianlah
bukti-bukti tentang sumber dari luar negeri yang menjelaskan keberadaan
Sriwijaya, sehingga melalui sumber-sumber tersebut dapat diketahui
perkembangan Sriwijaya dalam berbagai aspek kehidupan.
Untuk mengetahui lebih jelas perkembangan Sriwijaya dalam aspek-aspek kehidupan tersebut, maka simak uraian materi berikut ini:
Kehidupan Politik
Dalam
kehidupan politik. Dapat diketahui bahwa raja pertama Sriwijaya adalah
Dapunta Hyang Sri Jayanaga, dengan pusat kerajaannya ada 2 pendapat
yaitu pendapat pertama yang menyebutkan pusat Sriwijaya di Palembang
karena daerah tersebut banyak ditemukan prasasti Sriwijaya dan adanya
sungai Musi yang strategis untuk perdagangan.
Sedangkan
pendapat kedua letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan
sungai Kampar kiri dan Kampar kanan yang diperkirakan daerah Binaga
yaitu terletak di Jambi yang juga strategis untuk perdagangan.
Dari
dua pendapat tersebut, maka oleh ahli menyimpulkan bahwa pada mulanya
Sriwijaya berpusat di Minangatamwan. Kemudian karena perkembangannya
dipindahkan ke Palembang.
Untuk
selanjutnya Sriwijaya mampu mengembangkan kerajaannya melalui
keberhasilan politik ekspansi/perluasan wilayah ke daerah-daerah yang
sangat penting artinya untuk perdagangan. Hal ini sesuai dengan prasasti
yang ditemukan Lampung, Bangka, dan Ligor. Bahkan melalui benteng
I-tshing bahwa Kedah di pulau Penang juga dikuasai Sriwijaya.
Dengan
demikian maka Sriwijaya bukan lagi sebagai negara senusa atau satu
pulau, tetapi sudah merupakan negara antar nusa karena penguasaannya
atas beberapa pulau. Bahkan ada yang berpendapat Sriwijaya adalah negara
kesatuan pertama. Karena kekuasaannya luas dan berperan sebagai negara
besar di Asia Tenggara (M.Yamin).
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan
Sriwijaya memiliki letak yang strategis di jalur pelayaran dan
perdagangan Internasional Asia Tenggara. Dengan letak yang strategis
tersebut maka Sriwijaya berkembang menjadi pusat perdagangan dan menjadi
pelabuhan Transito sehingga dapat menimbun barang dari dalam maupun luar.
Dengan
demikian kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan sangat baik hal ini juga
didukung oleh pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti
Balaputradewa, Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu
menjamin keamanan di jalurjalur pelayaran yang menuju Sriwijaya,
sehingga banyak pedagang dari luar yang singgah dan berdagang di wilayah
kekuasaan Sriwijaya tersebut.
Dengan
adanya pedagang-pedagang dari luar yang singgah maka penghasilan
Sriwijaya meningkat dengan pesat. Peningkatan diperoleh dari pembayaran
upeti, pajak maupun keuntungan dari hasil perdagangan dengan demikian
Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan yang besar dan makmur.
Kehidupan Sosial
Faktor
lain yang menjadikan Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah kehidupan
sosial masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang
pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan
penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita
I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta
yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu
Sakyakirti.
Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu
lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda.
Kemajuan
di bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah
suatu hasil perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi sejak awal
pendirian Sriwijaya, raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung
agama dan penganut agama yang taat.
Sebagai
penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan
kelestarian lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang
Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya.
Dengan
demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik
dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam
bidang kebudayaan.
Kemajuan
dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui
peninggalanpeninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha
seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).
Untuk lebih menambah pemahaman Anda, silahkan Anda simak peninggalan Sriwijaya
tersebut pada gambar 2.6 berikut ini!
|
Gamba:. Patung Budha di Bukit Siguntang.
|
Kebesaran
dan kejayaan Sriwijaya ternyata banyak mengundang kerajaan lain menjadi
tidak senang dan menyerang Sriwijaya sehingga mengalami kemunduran dan
keruntuhan akibat serangan dari kerajaan lain.
- Serangan pertama dari Raja Dharmawangsa dari Medang, Jatim tahun 990 M. Pada waktu itu raja Sriwijaya adalah Sri Sudarmaniwarnadewa. Walaupun serangan tersebut gagal tetapi dapat melemahkan Sriwijaya.
- Serangan berikutnya datang dari kerajaan Colamandele (India Selatan) yang terjadi pada masa pemerintahan Sri Sangramawijayatunggawarman pada tahun 1023 dan diulang lagi tahun 1030 dan raja Sriwijaya ditawan.
- Tahun 1068 Raja Wirarajendra dariColamandele kembali
menyerang Sriwijaya tetapi Sriwijaya tidak runtuh bahkan pada abad 13
Sriwijaya diberitakan muncul kembali dan cukup kuat sesuai dengan berita
Cina.
- Keruntuhan Sriwijaya terjadi pada tahun 1477 ketika Majapahit mengirimkan tentaranya untuk menaklukan Sumatra termasuk Sriwijaya.
1. Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram.
Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh
banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar
diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup maju.
Sumber-sumber Prasasti
Mengenai
bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram dapat
diketahui melalui prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi yang dapat
Anda ketahui sampai sekarang.
Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram tersebut yaitu antara lain:
a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 723 M dalam bentuk Candrasagkele.
Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanne kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanne).
|
Gambar: Candi Gunung Wukir |
b. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk
dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan
keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan
untuk para Sanggha (umat Budha).
Bangunan
suci seperti yang tertera dalam prasasti Kalasan tersebut ternyata
adalah candi Kalasan yang terletak di sebelah timur Yogyakarta. Untuk
lebih mengenal candi tersebut, silahkan amati gambar berikut ini!
|
Gambar: Candi Kalasan.
|
Gambar
disamping adalah candi Kalasan merupakan candi yang bersifat agama
Budha yang dibangun oleh Raja Panangkaran. Untuk selanjutnya nama raja
Panangkaran akan Anda temui pada prasasti berikutnya.
c. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu,
Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari
prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang
mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung.
d. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.
Sumber berupa Candi
Selain
prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram juga
banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti
peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak
di Jawa Tengah Utara. Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan juga banyak ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain.
Kehidupan Politik
Kerajaan
Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya
yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha.
Pada awalnya mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai
dengan prasasti Canggal. Tetapi setelah perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra.
Menurut
para ahli, keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi
mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti,
yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah dan memiliki
hubungan yang erat, hal ini sesuai dengan prasasti Kalasan.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih.
Berdasarkan
candi-candi peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad 8-9
yang bercorak Hindu yang terletak di Jateng bagian utara dan yang
bercorak Budha terletak di Jateng selatan , untuk itu dapatlah
disimpulkan bahwa kekuasaan dinasti Sanjaya di Jateng bagian utara, dan
kekuasaan dinasti Syaelendra di Jateng selatan.
Kedua dinasti tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramudyawardani yang bergelar Sri Kahulunan. Pramudyawardani tersebut adalah putri dari Samaratungga.
Raja Samaratungga selain mempunyai putri Pramudyawardani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, maka menyingkir ke Sumatera menjadi raja Sriwijaya.
Untuk selanjutnya pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang terakhir yaitu Wawa.
Pada
masa pemerintahan Wawa sekitar abad 10, Mataram di Jateng mengalami
kemunduran dan pusat penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu
Sendok .
Dengan adanya perpindahan kekuasaan dari Jateng ke Jatim oleh Mpu Sendok, maka Mpu Sendok mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Isyana dengan kerajaannya adalah Medang Mataram.
Berdasarkan prasasti Calcuta, maka silsilah raja-raja yang memerintah di kerajaan Medang Mataram dapat diketahui.
Pada tahun 1017 M kerajaan Medang pada masa Dharmawangsa mengalami pralaya/kehancuran akibat serangan dari Wurawari dan yang berhasil meloloskan diri dari serangan tersebut adalah Airlangga.
Tahun 1023 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja Medang menggantikan Dharmawangsa.
Pada
awal pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali
daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan
pembangunan di dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan Medang
dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wringin Sapta.
Dengan
demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan
keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 1041
Airlangga mundur dari tahtanya dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan
menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggala dan
Panjalu. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka
menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi
ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami
kehancuran.
Kehidupan Ekonomi
Berdasarkan
bangunan candi yang ada, baik yang bercorak Hindu maupun Budha jumlah
cukup banyak dan tempat atau lokasinyapun ada yang berdampingan, maka
hal ini membuktikan bahwa kehidupan sosial masyarakat Mataram sangat
religius dan dilandasi oleh rasa gotong royong yang baik, dan juga
mempunyai rasa toleransi antara pemeluk agama Hindu dan pemeluk agama
Budha itu sendiri.
Dalam
lapangan ekonomi, kerajaan Mataram mengembangkan perekonomian agraris
karena letaknya di pedalaman dan daerah yang subur tetapi pada
perkembangan berikutnya, Mataram mulai mengembangkan kehidupan
pelayaran, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Balitung yang
memanfaatkan sungai Bengawan Solo sebagai lalu lintas perdagangan menuju
pantai utara Jawa Timur.
Dengan
adanya pengembangan perekonomian, maka timbul dugaan bahwa
dipindahkannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena alasan tersebut.
Kehidupan Budaya
Dalam
kehidupan budaya, tentu teknologi yang dicapai Mataram sudah maju,
bahkan masyarakat Mataram berhasil mengembangkan budaya asing menjadi
budaya baru yang bercirikan Indonesia. Hal ini terlihat adanya
penggunaan berbagai huruf dan bahasa yang beraneka ragam dalam prasasti
yang dibuatnya.
Kemajuan
teknologi yang dicapai Mataram dapat Anda rasakan/nikmati sampai
sekarang. Contohnya dapat dilihat pada candi Borobudur yang merupakan
salah satu dari 7 keajaiban dunia.
1. Kerajaan Kediri
Seperti
yang telah dijelaskan pada uraian materi akhir perkembangan kerajaan
Medang Mataram, bahwa pada tahun 1041 atau 963 C. Raja Airlangga
memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian.
Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada.
Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan sebutan Jenggala dan Panjalu, yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas.
Kerajaan
Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan
pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibukotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kadiri meliputi Kediri, Madiun, dan ibukotanya Daha.
Berdasarkan
prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa
berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada
awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kadiri yang memenangkan peperangan dan
menguasai seluruh tahta Airlangga.
Dengan
demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kadiri dimana bukti-bukti
yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya
prasasti-prasasti juga melalui kitabkitab sastra.
Sumber-sumber Prasasti
Prasasti-prasasti menjelaskan kerajaan Kadiri antara lain yaitu:
a. Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
b. Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
Selain
dari prasasti-prasasti tersebut di atas, sebenarnya ada lagi
prasasti-prasasti yang lain tetapi tidak begitu jelas. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kadiri adalah hasil karya berupa kitab
sastra karena pada masa Kadiri kesusastraan berkembang dengan pesat.
Salah
satu hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayuda
dengan ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1156 M yang menceritakan
tentang kemenangan Kadiri/Panjalu atas Jenggala.
Di
samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan
berita Cina yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat
dan pemerintahan Kadiri yang tidak ditemukan dari sumber yang lain.
Berita
Cina tersebut disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang
ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab Chu-Fan-Chi yang ditulis
oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M.
Dengan
demikian melalui prasasti, kitab sastra maupun kitab yang ditulis
orang-orang Cina tersebut perkembangan Kadiri dalam berbagai aspek
kehidupan dapat diketahui.
Kehidupan Politik
Dalam
perkembangan politiknya wilayah kekuasaan Kadiri masih sama seperti
kekuasaan raja Airlangga, dan raja-rajanya banyak yang dikenal dalam
sejarah karena memiliki lencana atau lambang sendiri.
Raja-raja
yang terkenal dari kerajaan Kutai antara lain Raja Kameswara (1115 –
1130 M) mempergunakan lancana Candrakapale yaitu tengkorak yang
bertaring pada masa pemerintahannya banyak dihasilkan karya-karya
sastra, bahkan kiasan hidupnya dikenal dalam Cerita Panji.
Raja
selanjutnya adalah Jayabaya memerintah tahun 1130 - 1160 mempergunakan
lancana Narasingha yaitu setengah manusia setengah singa pada masa
pemerintahannya Kadiri mencapai puncak kebesarannya dan juga banyak
dihasilkan karya sastra terutama ramalannya tentang Indonesia antara
lain akan datangnya Ratu Adil.
Kemudian
pada tahun 1181 pemerintahan raja Sri Gandra juga terdapat sesuatu yang
menarik pada masa pemerintahannya, yaitu untuk pertama kalinya
didapatkan orangorang terkemuka mempergunakan nama-nama binatang sebagai
namanya yaitu seperti Kebo Salawah, Manjangan Puguh, Macan Putih, Gajah
Kuning, dsb.
Untuk
selanjutnya tahun 1200 - 1222 yang menjadi raja Kadiri adalah
Kertajaya. Ia memakai lancana Garudamuke seperti Rya Airlangga, tetapi
sayangnya raja ini kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat
terutama kaum Brahmana. Hal inilah yang akhirnya menjadi penyebab
berakhirnya kerajaan Kadiri, karena kaum Brahmana meminta perlindungan
kepada Ken Arok di Singosari sehingga tahun 1222 Ken Arok berhasil
menghancurkan Kadiri.
Demikianlah
uraian materi tentang kehidupan politik raja Kadiri. Dari penjelasan
tersebut apakah Anda sudah memahami? Kalau Anda sudah paham simak
kembali uraian materi selanjutnya.
Kehidupan Ekonomi
Dalam
kehidupan ekonomi diceritakan bahwa perekonomian Kadiri bersumber atas
usaha perdagangan, peternakan, dan pertanian. Kadiri terkenal sebagai
penghasil beras, menanam kapas dan memelihara ulat sutra.
Dengan
demikian dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kadiri sudah cukup
makmur. Hal ini terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan
tetap kepada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi.
Demikian keterangan yang diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan
kitab Ling-wai-tai-ta.
Kehidupan Sosial
Bahkan
berdasarkan kedua kitab tersebut diceritakan bahwa kehidupan sosial
masyarakat Kadiri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat
masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya
yang baik, bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning,
dan hijau serta orang-orang Kadiri telah memakai kain sampai di bawah
lutut.
Dengan
kehidupan masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang
antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra. Hal ini
terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat kita ketahui sampai
sekarang.
Hasil
sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian
materi sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang lain yaitu seperti
kitab Kariwangsa dan Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa Jayabaya, kitab Simaradahana karya Mpu Darmeja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab Kresnayana karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu dihasilkan pada masa pemerintahan Kameswara.
2. Kerajaan Singasori
Adanya
kerajaan Singosari tentu bukan sesuatu yang asing bagi Anda karena
Singosari sangat identik dengan Ken Arok dan banyak cerita dan lakon
drama yang mengambil ide cerita dari riwayat hidup Ken Arok dan
berdirinya Singosari.
Sumber-sumber Sejarah
Keberadaan
kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan
di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab
sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca
yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta
kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh
keajaiban.
Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui.
Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung.
Selanjutnya
ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yang
diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana
Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222
M/1144 C Ken Arok menyerang Kadiri, sehingga Kertajaya mengalami
kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Dengan
kemenangannya maka Ken Arok dapat menguasai seluruh kekuasaan kerajaan
Kadiri dan menyatakan dirinya sebagai raja Singosari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhattara Sang Amurwawabhumi.
Sebagai raja pertama Singosari maka Ken Arok menandai munculnya dinasti baru yaitu dinasti Rajasa atau dinasti Girindra.
Dari kelima raja Singosari tersebut, raja Kertanegaralah yang paling terkenal, karena dibawah pemerintahan Kertanegara Singosari mencapai puncak kebesarannya.
Kertanegara bergelar Sri Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagasan politik untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Apa yang dicita-citakan oleh Kertanegara, mengakibatkan daerah kekuasaan Singasari meluas.
Kekuasaan Politik
Kekuasaan Singosari dapat dicapai oleh Kertanegara karena tindakan politiknya yaitu seperti:
a. Membangun Singasari menjadi pusat pemerintahan dan berusaha menyingkirkan lawan-lawan politiknya seperti Kebo Arem (Raganatha) dijadikan adhyaksa di Tumapel, Arya Wiraraja (Banyak Wide) dijadikan Bupati Madura.
b. Menumpas pemberontakan Mahisa Rangkah.
c. Menyatukan agama Syiwa dan Budha menjadi agama Tantrayana (Syiwa Budha). Agama ini dipimpin oleh Dharma Dyaksa.
d. Melakukan politik perkawinan yaitu mengawinkan salah satu putrinya dengan R. Wijaya dan putri yang lain dengan Ardharaja putra Jayakatwang dari Kediri dalam rangka memperkuat kedudukannya sebagai raja Singasari. Dan mengawinkan saudaranya dengan raja Campa yaitu raja Jaya Singhawarman IV dalam rangka mencari persekutuan/aliansi dengan kerajaan Campa.
e. Mengirimkan ekspedisi ke luar pulau Jawa antara lain ekspedisi ke Malayu/ Pamalayu tahun 1275 untuk menjalin persahabatan dengan kerajaan Malayu dan ekspansi ke Bali tahun 1284 karena Bali tidak mau tunduk kepada Singasari.
Dari
tindakan-tindakan politik Kertanegara tersebut, mungkin di satu sisi
Kertanegara berhasil mencapai cita-citanya memperluas dan memperkuat
Singasari, tetapi dari sisi yang lain muncul beberapa ancaman yang
justru berakibat hancurnya Singasari.
Ancaman yang muncul dari luar yaitu dari tentara Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena Kertanegara tidak mau mengakui kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan
yaitu Meng-chi yang dibuat cacat mukanya.
Sedangkan ancaman yang lain dari dalam yaitu adanya serangan dari Jayakatwang dari Kadiri tahun 1292 yang bekerja sama dengan Arya Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga sebelumnya. Sehingga Kertanegara terbunuh, maka jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri.
Setelah
Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candi Jawi
sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala
sebagai Jina (Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi.
|
Gambar: Candi Singosari
|
Dalam kitab Pararaton maupun Negara Kertagama diceritakan
bahwa kehidupan sosial masyarakat Singosari cukup baik karena rakyat
terbiasa hidup aman dan tenteram sejak pemerintahan Ken Arok bahkan dari
raja sampai rakyatnya terbiasa dengan kehidupan religius.
Kehidupan religius tersebut dibuktikan dengan berkembangnya ajaran agama baru yaitu ajaran Tantrayana (Syiwa Budha) dengan kitab sucinya Tantra.
Ajaran
Tantrayana berkembang dengan baik sejak pemerintahan Wisnuwardhana dan
mencapai puncaknya pada masa Kertanegara, bahkan pada akhir pemirintahan
Kertanegara ketika diserang oleh Jayakatwang, sedang melaksanakan
upacara Tantrayana bersama Mahamantri dan pendeta terkenal.
Kehidupan Ekonomi
Dalam
kehidupan ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber yang secara jelas
tetapi sangat memungkinkan bahwa ekonomi Singosari ditekankan pada
kehidupan pertanian dan perdagangan serta pelayaran.
Perkembangan
tersebut sangat dimungkinkan karena Singosari merupakan daerah yang
subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan Bengawan Solo sebagai
sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Kehidupan Budaya
Dalam
kehidupan budaya, Singosari sangat berkembang karena Singosari banyak
meninggalkan bangunan monumental atau budaya lain yang berhubungan
dengan agama yaitu seperti candi Kedal, candi Jago, candi Singosari dan
patung Joko Dolok yang merupakan perwujudan Kertanegara yang terletak di
simpang tiga Surabaya, Jatim.
1. Kerajaan Majapahit
Nama
kerajaan Majapahit tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena
Majapahit adalah salah satu kerajaan Hindu yang terbesar di Indonesia.
Sumber-sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang menjelaskan tentang kerajaan Majapahit sebagian besar berupa kitab sastra yaitu seperti:
a. Kitab Pararaton, selain menceritakan tentang raja-raja Singosari juga menjelaskan tentang raja-raja Majapahit.
b.
Kitab Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca pada tahun 1365
menjelaskan tentang keadaan kota Majapahit, daerah Jajahannya dan
perjalanan Hayam Wuruk mengelilingi daerah kekuasaannya.
c. Kitab Sundayana menjelaskan tentang perang Babat.
d. Kitab Usaha Jawa menjelaskan tentang penaklukan pulau Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar.
Di
samping sumber sejarah di atas, sumber sejarah peninggalan Majapahit
juga berupa seni bangunan seperti candi, pinti gerbang, pemandian atau
pertirtaan serta kota Trowulan, bekas ibukota Majapahit yang terletak di
kota Mojokerto Jawa Timur.
Sedangkan
sumber dari luar negeri yang membuktikan kerajaan Majapahit diperoleh
dari berita-berita Cina yaitu seperti berita yang ditulis pada masa
dinasti Ming (1368-1643) dan berita dari Ma-Huan dalam bukunya Ying Yai
menceritakan tentang keadaan masyarakat dan kota Majapahit tahun 1418
serta berita dari Portugis tahun 1518.
Dari
sumber-sumber tersebut di atas, dapat diketahui pemerintahan raja-raja
Majapahit, kehidupan sosial, ekonomi, serta peninggalan budaya-budaya
Majapahit.
Berdirinya
kerajaan Majapahit adalah berkat usaha dan perjuangan Raden Wijaya
dengan memanfaatkan kedatangan tentara Cina Mongol (Kubilai Khan) yang
datang ke Pulau Jawa untuk menghukum Kertanegara.
Dengan
kedatangan pasukan Kubilai Khan, maka dimanfaatkan untuk menyerang
Jayakatwang di Kadiri, sehingga kekalahan Kertanegara dapat terbalaskan
karena Jayakatwang akhirnya meninggal di Ujung Galuh. Sedangkan pasukan
Kubilai Khan melalui tipu muslihat Raden Wijaya dapat diusir dari pulau
Jawa tahun 1293. Setelah berhasil mengusir pasukan Kubilai Khan, maka
tahun 1293 Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama Majapahit dengan
gelar Kertarajasa Jayawisnuwardhana.
Dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang kuat, maka Raden Wijaya melakukan
berbagai tindakan yaitu seperti melanjutkan pembangunan Majapahit
sebagai pusat pemerintahan, mengawini keempat putri Kertanegara dan membalas jasa dengan memberikan kekuasaan kepada para sahabat dan pengikutnya.
Walaupun demikian diantara para pengikutnya ada yang tidak puas dan akhirnya menjadi benih pemberontakan di Majapahit.
Pemberontakan tersebut muncul pada masa pemerintahan Jayanegara (Kala Geret), karena Jayanegara adalah raja yang lemah. Diantara pemberontakan tersebut yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti tahun 1319 tetapi akhirnya dapat dipadamkan oleh pasukan Bhayangkari yang dipimpin Gajah Mada. Atas jasanya Gajah Mada menjadi patih Kahuripan tahun 1319 dan selanjutnya tahun 1321 diangkat menjadi patih Daha.
Pemberontakan terhadap Majapahit tetap muncul, pada masa pemerintahan Tribuana Tungga Dewi yaitu seperti pemberontakan Sadeng dan Keta di daerah Besuki tahun 1331. Dan pemberontakan tersebut juga berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada. Atas jasa tersebut maka Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Majapahit tahun 1333.
Dengan adanya Sumpah Amukti Palapa,
maka Gajah Mada bercita-cita mempersatukan wilayah Nusantara di bawah
kekuasaan Majapahit. Sehingga untuk mewujudkan sumpah tersebut, pasukan
Majapahit yang dipimpin Gajah Mada dan dibantu oleh Adityawarman melakukan politik ekspansi/penyerangan keberbagai daerah dan berhasil. Atas jasanya Adityawarman diangkat menjadi Raja Melayu tahun 1347 untuk menanamkan pengaruh Majapahit di Sumatera.
Pada tahun 1350, Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk. Ia bergelar Rajasanegara dan dalam menjalankan pemerintahan yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Adityawarman dan Mpu Nala sehingga pada masa tersebut Majapahit mencapai puncak kebesarannya, karena daerah kekuasaannya hampir meliputi seluruh Nusantara dan Majapahit berkembang sebagai kerajaan Maritim sekaligus kerajaan Agraris.
Memang
benar apa yang dicita-citakan oleh Gaja Mada melalui sumpahnya dapat
terlaksana kecuali kerajaan Pajajaran (Sunda) yang belum dikuasainya.
Dalam rangka menguasai Pajajaran tersebut, maka Gajah Mada melakukan Politik perkawinan yang berakibat terjadinya peristiwa Babat tahun 1357.
Wilayah
kekuasaan Majapahit hampir meliputi seluruh wilayah nusantara, bahkan
Semenanjung Malaya juga berhasil dikuasai Majapahit.
Untuk itu dalam rangka menjaga keamanan dan memelihara kesatuan daerah kekuasaannya maka Majapahit memperkuat armada lautnya di bawah pimpinan Mpu Nala. Dan juga berusaha menjalin persahabatan dengan negara-negara tentangga yang diistilahkan Mitrekasatata yang berarti sahabat atau sahabat sehaluan atau hidup berdampingan secara damai.
Tahun 1364 Gajah Mada meninggal.
Sehingga Majapahit mengalami kesulitan mencari penggantinya. Baru tiga
tahun kemudian digantikan oleh Gajah Enggon. Meninggalnya Gajah Mada
sangat berpengaruh terhadap pemerintahan Hayam Wuruk, sehingga
pemerintahan Hayam Wuruk mengalami kemunduran. Hayam Wuruk meninggal
tahun 1389. Selanjutnya tahta Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana.
Pada masa pemerintahan Wikramawardhana (tahun 1389 - 1429) kehidupan politik Majapahit diwarnai oleh Perang Paregreg atau perang saudara antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabumi.
Perang
Paregreg terus berkelanjutan menyebabkan bintang Majapahit semakin
pudar, sehingga banyak daerah-daeah kekuasaannya yang melepaskan diri.
Hal ini ditambah dengan adanya penyebaran Islam yang berpusat di Malaka serta munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang menentang Majapahit maka keruntuhan Majapahit diambang pintu.
Mengenai runtuhnya Majapahit ada beberapa pendapat yaitu:
1. Majapahit runtuh tahun 1478, ketika Girindrawardhana memisahkan diri dari Majapahit dan menamakan dirinya sebagai raja Wilwatikta Daha Janggale Kadiri. Tahun peristiwa tersebut di tulis dalam Candrasangkale yang berbunyi “Hilang sirna kertaning bhumi”. Anda masih ingat arti kalimat tersebut? Apabila Anda lupa buka kembali kegiatan belajar 1 modul ini.
2. Pendapat lain menjelaskan Majapahit runtuh karena diserang oleh Demak yang dipimpin oleh Adipati Unus tahun 1522.
Sebagai
kerajaan Hindu terbesar di Nusantara kehidupan sosial masyarakat
Majapahit umumnya baik, kerajaan memperhatikan kepentingan rakyat, keamanan rakyat terjamin, dimana hukum serta keadilan ditegakkan dengan tidak pandang bulu.
Dalam kehidupan beragama raja membentuk dewan khusus yaitu Dharmadjaksa ring kasaewan yang mengurus agama Hindu Syiwa dan Dharmadjaksa ring Kasogatan yang mengurus agama Budha keduanya dibantu oleh pejabat keagamaan yang disebut Dharma Upapatti.
Dengan adanya pejabat keagamaan tersebut, kehidupan keagamaan Majapahit berjalan dengan baik, bahkan tercipta toleransi. Hal ini seperti apa yang diceritakan oleh Ma-Huan tahun
1413, bahwa masyarakat Majapahit di samping beragama Hindu, Budha juga
ada yang beragama Islam, semuanya hidup dengan rukun. Dan berita Ma-Huan
tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh Islam sudah ada di kerajaan
Majapahit.
Kehidupan sosial yang penuh dengan toleransi juga dibuktikan melalui kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular yang di dalamnya ditemukan kalimat “Bhinneka Tunggal Ika, TanHana Dharma mangrua”.
Sebagai negara agraris dan maritim,
maka tentu perekonomian Majapahit bersumber dari pertanian, pelayaran,
dan perdagangan yang saling menunjang dan saling melengkapi.
Pemerintahan Majapahit selalu berusaha meningkatkan pertaniannya dengan memperbaiki atau memelihara tanggul sepanjang sungai untuk mencegah banjir dan di samping itu juga memperbaiki jalan-jalan jembatan untuk mempelancar lalu lintas perdagangan.
Komoditi
perdagangan Majapahit adalah beras dan rempah-rempah. Daerah-daerah
pelabuhan seperti Canggu, Surabaya, Gresik, Sedayu, dan Tuban menjadi
pusat perdagangan karena menumpang barang dagangan berupa hasil bumi
dari daerah pedalaman.
Dengan demikian kehidupan ekonomi Majapahit cukup tinggi sehingga Majapahit dapat berkembang sebagai kerajaan besar.
Sebagai
kerajaan besar tentu kebudayaan Majapahit berkembang dengan baik, hasil
peninggalan Majapahit berupa seni bangunan, patung, dan karya sastra.
Seni bangunan Majapahit antara lain pemandian, atau petirtaan, gapura yang berbentuk seperti candi bentar maupun Bajang Retu, candi Penataran di Blitar dan masih banyak lagi candi-candi peninggalan Majapahit yang lain.
|
Gambar: Kelompok Candi Penataran
|
Selain seni bangunan, peninggalan Majapahit juga berupa seni patung yaitu seperti patung perwujudan Raden Wijaya sebagai Harihara atau sebagai Syiwa dan Wisnu dalam satu arca, patung putri Suhuta dan patung Tribhuwana sebagai Parwati.
Sedangkan peninggalan Majapahit dalam bidang seni sastra juga cukup banyak, selain kitab-kitab yang telah disebutkan pada uraian materi sebelumnya, juga kitab-kitab yang
lain yaitu seperti kitab Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Tantular, kitab Ranggalawe, kitab Sorondaka yang berbentuk kidung dan juga ada kitab hukum yang ditulis oleh Gajahmada yaitu kitab Kutaramanawa yang digunakan sebagai dasar hukum di Majapahit.
Kitab Hukum Kutaramanawa disusun berdasarkan kitab Hindu yang lebih tua yaitu kitab Kutarasastra dan Manawasastra. Dengan demikian dari kitab hukum tersebut, merupakan salah satu contoh wujud akulturasi dengan kebudayaan.